Photobucket

Minggu, 04 Mei 2008

POTRET PENDIDIKAN BURUK INDONESIA


Pendidikan telah diamandemenkan sebagai hak asasi manusia, bukan sekedar hak warga Negara, bagi pengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Dengan kata lain pendidikan mutlak diperlukan bangsa yang ingin dianggap bermartabat. Namun ironis, ketika masih banyak saja rakyat yang tidak dapat mengenyam pendidikan karena satu kata “MAHAL”!!. Untuk mengisi perut saja susah apalagi untuk pendidikan. Pasal 31 ayat (4) UUD Negara RI Tahun 1945 dengan jelas menyebutkan 20% APBN harus dialokasikan pada Pendidikan. Sebuah pencerahan bagi dunia pendidikan, namun apa daya ketika keluarlah putusan Mahkamah Konstitusi yang terhormat yang memasukkan nilai 20% termasuk gaji para pendidik. Biaya gaji/kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan (80.47%), lalu pengadaan sarana pendidikan (7.46%), biaya pembinaan professional (4.32%), biaya pengelolaan lembaga pendidikan (3.91%), pengadaan alat-alat pelajaran (2.55%), dan biaya pemeliharaan sarana pendidikan (1.05%). Pengeluaran biaya pendidikan paling kecil, yaitu untuk pembinaan peserta didik (0.24%). Apa begini cara meningkatkan mutu pendidikan??


Pendidikan itu harus memanusiakan manusia. Kita sudah merdeka tapi pendidikan kita belum merdeka dinikmati oleh seluruh lapisan generasi muda yang mau dan mempunyai keinginan untuk sekolah. Liberalisasi pendidikan telah mendarah daging di Indonesia. Belum terselesaikannya pendidikan mahal, sistem Ujian Nasional menambah potret buruk Pendidikan nasional. Adanya penambah mata pelajaran ujian nasional hanya akan menambah beban biaya negara. Padahal Biaya itu bisa dipakai untuk meningkatkan pelayanan pendidikan yang jauh lebih bermanfaat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pola pendidikan yang menggunakan UN sebagai penentu kelulusan tidak sejalan dengan visi pendidikan Indonesia yang ingin mewujudkan pemerataan pendidikaan. Jangan-jangan penyelenggaraan ujian nasional hanyalah sebuah proyek besar untuk menghabiskan anggaran pendidikan yang nantinya 20% dari APBN?
Hasil UN yang juga menentukan kelulusan siswa akan menciptakan diskriminasi terhadap anak. Nanti ada label antara siswa yang lulus dan yang tidak lulus. UN merupakan pelanggaran terhadap hak asasi. Logika pemerintah yang menilai anak dari angka-angka semata. akan menciptakan generasi penerus bangsa yang tidak kreatif. Sistem pendidikan tidak mampu mengakomodasi kepentingan anak untuk bisa mendapatkan pendidikan yang bermakna. Pada akhirnya, kebijakan ujian nasional kontraproduktif bagi pendidikan nasional. Tujuan yang ingin dicapai gagal total, sedangkan yang didapat hanyalah masalah. Kecurangan sistemik tidak hanya mengaburkan pemetaan mengenai kondisi pendidikan nasional, tapi juga berdampak buruk bagi guru dan murid. Kreativitas murid terkungkung. Mereka dipaksa mengalokasikan porsi belajar lebih besar pada mata pelajaran pilihan pemerintah. Padahal tujuan pendidikan sesungguhnya adalah membentuk manusia cerdas, penuh kreativitas, dan mandiri serta dapat mengatasi segala persoalan yang dihadapi. Semua tujuan ini akan tercapai jika murid diberi banyak waktu dan kesempatan untuk mengaktualisasi dirinya dalam berbagai macam pelajaran yang ada di sekolah. Sebagai masyarakat yang bermartabat, Aliansi Peduli Pendidikan (Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa UniversitaS Diponegoro (BEM KM UNDIP), Senat Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Diponegoro (SM KM UNDIP), Dewan Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Negeri Semarang, Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi Universitas Sultan Agung, dan Pelajar se Semarang, MENUNTUT :
1. Hapuskan UAN!!
2. Tinjau ulang (judicial review) putusan Mahkamah Konstitusi tentang 20% dana APBN termasuk gaji/kesejahteraan para pendidik
3. Pemerataan pendidikan yang berkualitas
4. Anti Liberalisasi Pendidikan!!

0 komentar:

Photobucket

Free chat widget @ ShoutMix


Template by Abdul Munir | Blog - Layout4all